Bankbank milik pemerintah dan swasta di Indonesia terus mengurangi jumlah kantor cabangnya, menandakan tekanan yang meningkat dalam struktur operasional perbankan nasional. Data terbaru yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penurunan signifikan di sejumlah segmen perbankan—potensi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) pun menjadi semakin nyata menyusul langkah efisiensi ini.
Penurunan Jumlah Kantor Cabang Bank BUMN dan Swasta
Menurut Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK per Juni 2025, jumlah kantor cabang bank BUMN tercatat sebanyak 12.078 unit. Angka ini mengalami penurunan 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12.364 unit. Hal serupa juga dialami oleh bank pembangunan daerah (BPD) dan bank swasta. Kantor cabang BPD turun 1,16% menjadi 3.999 unit dari sebelumnya 4.046 unit pada Juni 2024. Bank swasta bahkan mencatat penurunan lebih besar, yaitu 3,86% menjadi 7.442 unit dari 7.741 unit pada tahun lalu.
Sementara itu, posisi bank asing relatif stabil. Jumlah kantor cabang bank asing tetap sebanyak 19 unit, tidak mengalami perubahan sejak tahun 2023. Dengan demikian, total keseluruhan kantor cabang bank di Indonesia pada Juni 2025 mencapai 23.538 unit.
Distribusi Wilayah dan Tren Penutupan Kantor
Penurunan jumlah kantor cabang terjadi tidak merata di seluruh wilayah. OJK mengidentifikasi lima daerah yang mengalami pengurangan terbanyak, yaitu Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sumatra Barat, dan Jawa Tengah. Contohnya, di Riau jumlah kantor bank turun 3,44% menjadi 371 unit, sementara Sulawesi Utara menyusut 3,27% menjadi 59 unit. Kalimantan Barat berkurang 2,59% menjadi 75 unit, Sumatra Barat turun 2,38% menjadi 82 unit, dan Jawa Tengah turun 2,20% menjadi 311 unit.
Di sisi lain, terdapat pula daerah yang mengalami pertumbuhan kantor cabang, antara lain DI Yogyakarta bertambah 3,38% menjadi 450 unit, Bali naik 2,27% menjadi 90 unit, Banten meningkat 1,04% menjadi 97 unit, serta Daerah Khusus Jakarta tumbuh 0,89% menjadi 450 unit.
Dampak pada Tenaga Kerja dan Efisiensi Operasional
Penurunan kantor cabang ini mencerminkan strategi efisiensi yang diambil oleh bankbank di tengah perubahan lanskap bisnis perbankan yang semakin digital. Transformasi digital dan perubahan perilaku nasabah yang lebih memilih layanan perbankan online menyebabkan bank mengurangi ketergantungan pada cabang fisik.
Menurut pengamat industri perbankan, pengurangan cabang bank berpotensi berdampak pada penyerapan tenaga kerja sektor perbankan. PHK dapat menjadi opsi yang tak terhindarkan apabila penyesuaian jumlah kantor tidak diimbangi dengan redistribusi karyawan atau pengembangan kemampuan digital pegawai. OJK sendiri terus memantau perkembangan ini agar penyesuaian dilakukan secara proporsional dan mempertimbangkan perlindungan bagi karyawan.
Strategi Bank Mengantisipasi Perubahan
Selain memangkas cabang, bankbank juga giat mengembangkan layanan digital dan otomasi. Ini termasuk perbankan digital berbasis aplikasi hingga pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan dalam pelayanan pelanggan. Bank BUMN maupun swasta mengalokasikan sejumlah anggaran untuk memperkuat infrastruktur teknologi dan mengedukasi nasabah agar dapat bertransaksi secara online dengan aman dan nyaman.
Langkahlangkah ini diharapkan tidak hanya menjaga efisiensi biaya operasional, tetapi juga meningkatkan daya saing perbankan nasional di era digital. Hal ini sejalan dengan tren global dan mendorong inklusi keuangan secara lebih luas di berbagai lapisan masyarakat.
Kondisi Terkini dan Perkiraan Mendatang
Seiring dengan berkurangnya jumlah kantor cabang, bank masih dituntut untuk menjaga kualitas pelayanan dan akses bagi nasabah, khususnya di daerahdaerah yang masih membutuhkan kehadiran fisik bank. Oleh karena itu, pertumbuhan kantor cabang di wilayah seperti DI Yogyakarta dan Bali menjadi bukti adaptasi yang berimbang.
Dengan semakin kuatnya penetrasi layanan digital, masa depan perbankan kemungkinan akan lebih mengandalkan layanan tanpa kantor fisik. Namun, penyesuaian ini perlu dijalankan secara hatihati agar tidak menimbulkan dampak sosial negatif, terutama bagi tenaga kerja dan komunitas yang bergantung pada layanan perbankan tradisional.
OJK bersama pemerintah dan pelaku industri terus melakukan pemantauan secara mendalam dan menyeluruh untuk memastikan peralihan ini berjalan lancar dan berkesinambungan sesuai dengan dinamika kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi.





