Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa transisi energi menuju sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia akan memerlukan strategi yang cermat. Dalam pernyataannya, ia menekankan bahwa meskipun upaya ini krusial untuk mencapai kemandirian energi, prosesnya tidaklah mudah dan memerlukan dukungan keuangan yang memadai.
Dalam acara Energi Mineral Festival 2025, Bahlil menjelaskan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan besar, terutama dengan adanya konflik geopolitik dan tuntutan global untuk mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan potensi EBT di Indonesia, yang mencakup sumber daya energi seperti angin, panas bumi, dan tenaga surya. Namun, ia juga menunjukkan bahwa transisi ini tidak bisa dilakukan secara mendadak; diperlukan langkah bertahap untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing.
Menurut Bahlil, biaya produksi energi dari EBT cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosil. Oleh karena itu, penting untuk memastikan harga jual energi yang terjangkau bagi masyarakat. “Transisi energi harus kita menyesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Kita butuh teknologi yang baik, tapi juga harga yang terjangkau agar tidak menjadi beban bagi masyarakat,” ujarnya.
Bahlil juga mencatat bahwa teknologi yang diperlukan untuk mengoptimalkan potensi EBT saat ini belum seluruhnya terjangkau. Ini menunjukkan tantangan signifikan di depan, di mana pemerintah perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi yang lebih efisien untuk menghasilkan energi bersih dengan biaya yang lebih rendah.
Dinamika Global dan Kemandirian Energi
Dengan tekanan global untuk mengalihkan ketergantungan pada energi fosil, Bahlil mengingatkan bahwa Indonesia harus berfokus pada pemenuhan kebutuhan domestiknya sambil berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi emisi karbon. “Kita sudah sepakat bahwa kita akan menurunkan NZE pada 2060. Transisi energi dari fosil ke EBT adalah langkah yang harus kita ambil,” katanya.
Di tengah dinamika ini, penting untuk mempertimbangkan aspekaspek ekonomi, sosial, dan ekologis dari setiap kebijakan yang diterapkan. Bahlil meyakini bahwa meskipun tantangan ada, penting untuk tetap optimis tentang masa depan energi bersih Indonesia.
Upaya untuk Harga Energi Terjangkau
Dalam langkalangkah yang diambil menuju transisi, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya menurunkan harga energi, agar tidak membebani rakyat. “Kita harus memberikan harga energi yang aksesibel. Ini adalah tantangan yang harus kita hadapi,” tegasnya.
Untuk meraih tujuan tersebut, pemerintah berencana untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan teknologi EBT guna mengurangi biaya produksi. Ini menjadi indikator kunci bagi kesuksesan transisi energi yang lebih luas di masa depan.
Sebagai tambahan, keberadaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah memberikan harapan bagi pengembangan energi terbarukan. Namun, realisasi potensi tersebut memerlukan waktu dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan sektor swasta.
Bahlil menambahkan bahwa meskipun transisi ini kompleks, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, industri, dan pemerintah, menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Kesadaran akan pentingnya kesinambungan jalur transisi energi harus menjadi prioritas utama, mengingat tantangan yang dihadapi negara ini menuju kemandirian energi yang berkelanjutan.
Melalui langkahlangkah strategis ini, diharapkan Indonesia akan mampu menghadapi tantangan di masa depan dan memanfaatkan peluang dalam pengembangan energi bersih, demi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang lebih baik.





