Teknologi deepfake kini menjadi ancaman nyata setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati disebut sebagai korban penyalahgunaan teknologi tersebut. Sebuah video manipulatif yang beredar luas di media sosial memperlihatkan sosok mirip Sri Mulyani dengan narasi yang menyesatkan, menyatakan bahwa guru adalah beban negara. Video tersebut viral dan memicu polemik di tengah masyarakat, memaksa Menkeu untuk memberikan klarifikasi tegas.
Deepfake merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang mampu mengubah gambar, suara, atau video sedemikian rupa sehingga tampak sangat realistis dan sulit dibedakan dari aslinya. Teknologi ini memanfaatkan teknik machine learning dan generative adversarial networks (GANs) untuk mengganti wajah atau suara seseorang secara digital. Awalnya, teknologi ini dikembangkan untuk tujuan positif, seperti pembuatan film, iklan, dan pelestarian budaya. Namun, dalam praktiknya, teknologi ini juga kerap disalahgunakan untuk penipuan, fitnah, dan kampanye disinformasi politik.
Kasus yang menimpa Sri Mulyani menyoroti bagaimana sosok publik menjadi target utama penyebaran deepfake yang berpotensi merusak reputasi dan menciptakan kekacauan informasi. Dalam video yang beredar, potongan pidatonya dibuat seolaholah menjelekkan guru sebagai beban negara. Padahal, Menkeu menegaskan bahwa pernyataan tersebut adalah hoaks dan video tersebut merupakan hasil manipulasi AI.
“Potongan video yang menampilkan seolaholah saya menyatakan guru sebagai beban negara adalah hoaks. Faktanya, saya tidak pernah menyebut guru sebagai beban negara,” tegas Sri Mulyani lewat unggahan resmi di akun Instagram pribadinya pada 20 Agustus 2025. Ia juga menjelaskan bahwa video yang kabarnya berisi pernyataan tersebut adalah potongan tidak lengkap dari pidatonya saat menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah, lembaga, dan publik mengenai ancaman penggunaan teknologi deepfake yang semakin canggih. Selain merugikan individu yang menjadi korban, penyebaran konten deepfake juga dapat mengganggu stabilitas sosial dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang beredar di dunia digital.
Dalam menghadapi ancaman deepfake, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan:
-
Verifikasi Sumber Informasi
Masyarakat dianjurkan untuk selalu memverifikasi keaslian konten yang diterima, terutama yang dikaitkan dengan figur publik, melalui sumber resmi atau media terpercaya. -
Pemahaman Teknologi
Pengetahuan tentang bagaimana deepfake dibuat perlu disebarluaskan untuk meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap potensi manipulasi digital. -
Regulasi dan Penegakan Hukum
Pemerintah dan pengambil kebijakan harus memperketat regulasi terkait penyebaran konten digital palsu dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku penyalahgunaan. - Pengembangan Teknologi Deteksi
Perusahaan teknologi dan institusi riset perlu terus mengembangkan alat pendeteksi deepfake yang efektif agar bisa mengidentifikasi dan menghapus konten manipulatif secara cepat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap agar masyarakat lebih cermat dan kritis terhadap pesan yang diterima di media sosial serta tidak mudah terpengaruh oleh informasi tanpa verifikasi yang jelas. Ia juga mengajak semua elemen masyarakat untuk bersamasama memerangi penyebaran hoaks dan disinformasi demi menjaga ketertiban dan harmoni sosial.
Fenomena penyalahgunaan teknologi deepfake yang menimpa tokoh publik seperti Sri Mulyani menjadi contoh nyata risiko yang harus diwaspadai di era digital saat ini. Seiring kemajuan teknologi AI yang semakin maju, tantangan menjaga keakuratan dan kebenaran informasi akan terus meningkat, sehingga diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri teknologi untuk menghadapinya secara bersama.





