Korporasi di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, menghadapi empat tantangan besar dalam mengadopsi teknologi Generative AI (Gen AI) dari tahap eksperimen menuju penerapan secara luas. Laporan terbaru dari IDC berjudul “The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge” mengungkap bahwa kompleksitas pengelolaan multicloud, regulasi yang beragam, kenaikan biaya, dan hambatan performa aplikasi menjadi kendala utama implementasi Gen AI di perusahaan.
Kesulitan Pengelolaan Multicloud
Sebanyak 49% perusahaan di Asia Pasifik mengalami kesulitan dalam mengelola lingkungan multicloud yang kompleks. Permasalahan ini muncul akibat inkonsistensi pada alatalat yang digunakan, fragmentasi dalam manajemen data, serta tantangan dalam menjaga sistem agar tetap mutakhir di berbagai platform cloud. Pengelolaan multicloud yang tidak optimal membuat perusahaan kesulitan untuk mengintegrasikan Gen AI secara lancar dalam operasional mereka.
Regulasi dan Kepatuhan yang Berbedabeda
Sekitar 50% organisasi teratas di wilayah ini menghadapi hambatan dari sisi regulasi. Perbedaan aturan dan standar kepatuhan yang terus berkembang menjadi rintangan besar bagi perusahaan untuk beradaptasi sesuai kondisi pasar serta mendorong inovasi AI. Hal ini membuat perusahaan harus meninjau kembali strategi kepatuhan mereka agar sejalan dengan regulasi yang berlaku di berbagai negara serta sektor industri.
Kenaikan Biaya Cloud yang Tidak Terduga
Masalah biaya juga menjadi perhatian. Sebanyak 24% organisasi mencatat adanya kenaikan biaya cloud yang tidak terduga sebagai hambatan utama dalam strategi implementasi Gen AI. Kenaikan biaya ini berdampak pada anggaran teknologi dan dapat memperlambat percepatan adopsi AI generatif, terutama bagi perusahaan yang belum memiliki kesiapan infrastruktur optimal.
Hambatan Performa dari Model Cloud Konvensional
Model cloud hubandspoke tradisional juga menimbulkan latensi yang memperlemah performa aplikasi AI secara real time. Hal ini menyebabkan model tersebut kurang sesuai untuk beban kerja AI generatif pada skala produksi. Akibatnya, perusahaan harus mencari arsitektur baru seperti edge computing yang dapat menyediakan performa lebih cepat dan responsif.
Peralihan Strategi ke Edge Computing
Research Director IDC Asia Pasifik, Daphne Chung, menegaskan bahwa Gen AI kini sudah memasuki fase penerapan skala perusahaan, menuntut organisasi meninjau ulang infrastruktur mereka. “Strategi edge tidak lagi bersifat teoritis strategi ini diterapkan secara aktif untuk memenuhi tuntutan dunia nyata akan kecerdasan, kepatuhan, dan skala,” ujarnya.
IDC memproyeksikan pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 17% untuk Gen AI hingga tahun 2028, dengan total belanja mencapai US$29 miliar. Selain itu, pada 2027, circa 80% Chief Information Officer (CIO) di kawasan ini diperkirakan beralih dari penyedia cloud tradisional menuju layanan edge untuk memenuhi tuntutan performa dan regulasi inferensi AI. Transformasi infrastruktur ini disebut sebagai “Evolusi Edge”.
Perkembangan Adopsi Gen AI di Asia Pasifik
Hingga saat ini, sekitar 31% organisasi telah meluncurkan aplikasi Gen AI pada tahap produksi. Sebagian besar lainnya, 64%, masih berada pada fase uji coba atau pilot project. Perusahaan menggunakan Gen AI untuk berbagai skenario, baik untuk meningkatkan layanan pelanggan maupun keperluan internal.
Parimal Pandya, Senior Vice President Sales dan Managing Director Asia Pasifik di Akamai Technologies, menyatakan temuan IDC ini menggambarkan bagaimana bisnis di kawasan ini mulai mengadopsi infrastruktur edge yang lebih terdistribusi. Langkah ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan performa tinggi, keamanan, dan biaya efisien dari beban kerja AI modern. “AI hanyalah sekuat infrastruktur yang dijalankan,” tegasnya.
Pemanfaatan cloud publik yang dikombinasikan dengan edge computing memungkinkan perusahaan menggabungkan skalabilitas dengan kedekatan komputasi terhadap pengguna akhir. Pendekatan ini menghadirkan fleksibilitas yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan teknologi AI yang cepat dan dinamis.
Dengan tantangan yang kompleks namun peluang yang besar, perusahaan di Asia Pasifik terus berupaya memperbarui infrastruktur teknologi mereka agar Gen AI dapat dioptimalkan secara maksimal. Transformasi menuju strategi edge menjadi bagian penting bagi keberhasilan implementasi AI di masa depan.





