Kinerja Berantakan LPKR: Pendapatan Turun 48,5% dan Laba Bersih Anjlok 99,3%

Kinerja Berantakan LPKR: Pendapatan Turun 48,5% dan Laba Bersih Anjlok 99,3%

PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mencatatkan kinerja keuangan yang sangat buruk pada semester I 2025. Pendapatan bersih perusahaan turun tajam sebesar 48,5 persen secara tahunan menjadi Rp4,03 triliun, disertai anjloknya laba bersih hampir menyentuh 100 persen. Kondisi ini terutama disebabkan oleh hilangnya kontribusi dari lini usaha layanan kesehatan yang sebelumnya menjadi andalan.

Dampak Penjualan Anak Usaha Layanan Kesehatan

Penurunan pendapatan LPKR tidak lepas dari keputusan stratejik perusahaan yang menjual anak usahanya, Siloam International, pada 13 Juni 2024. Pada periode sama tahun lalu, sektor layanan kesehatan masih menyumbang pendapatan sebesar Rp5,05 triliun, namun pada semester I 2025 pendapatan dari lini usaha ini menghilang sama sekali. Padahal, Siloam sempat mencetak keuntungan fantastis senilai Rp16,3 triliun sebelum dilepas.

Tanpa pendapatan dari layanan kesehatan, sektor properti menjadi tumpuan LPKR untuk menopang bisnisnya. Pendapatan dari penjualan rumah, rumah susun, hingga makam justru meningkat 50,6 persen menjadi Rp3,46 triliun. Selain itu, pendapatan dari hotel, restoran, pusat perbelanjaan, dan pembiayaan konsumen juga naik tipis 1,07 persen menjadi Rp659,2 miliar.

Laba Tergerus Tajam, Beban Tetap Meningkat

Walaupun ada pertumbuhan pada lini properti dan sektor pendukung lainnya, keuntungan LPKR tetap tergerus. Laba kotor menurun 58,8 persen menjadi sebanyak Rp1,4 triliun. Laba usaha bahkan merosot tajam 98,7 persen menjadi hanya Rp258,78 miliar. Penyumbang utama penurunan tersebut adalah pendapatan lainlain yang anjlok 99,7 persen.

Presiden Direktur LPKR, Marlo Budiman, mengungkapkan laba bersih perusahaan hanya mencapai Rp137,9 miliar pada paruh pertama 2025. Angka tersebut turun drastis 99,3 persen dibandingkan laba bersih periode sama pada 2024 yang mencapai Rp19,3 triliun. Imbasnya, laba per saham merosot dari Rp280,61 menjadi Rp1,95 per lembar saham.

Dalam kondisi keuangan yang rapuh ini, kewajiban perusahaan justru mengalami peningkatan 2,05 persen menjadi Rp23,31 triliun pada Juni 2025. Hal ini menunjukkan beban utang LPKR masih cukup berat di tengah penurunan kinerja bisnis.

Arus Kas Operasi Negatif

LPKR juga menghadapi tekanan arus kas yang signifikan. Selama enam bulan pertama tahun ini, perusahaan menggunakan kas hingga Rp894,3 miliar untuk aktivitas operasionalnya. Meskipun penerimaan kas sebesar Rp2,32 triliun, pembayaran kepada pemasok justru lebih besar yaitu Rp2,35 triliun.

Selain itu, perusahaan mengeluarkan dana besar untuk pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp246,4 miliar dan pajak Rp163,4 miliar. Penempatan dana yang dibatasi penggunaannya mencapai Rp118,3 miliar, turut menekan ketersediaan likuiditas.

Strategi dan Tantangan ke Depan

Penjualan Siloam dan hilangnya pendapatan dari sektor layanan kesehatan memberikan dampak besar terhadap profitabilitas LPKR. Meskipun ada peningkatan di sektor properti residensial dan komersial, pertumbuhan tersebut tidak mampu menutupi defisit pendapatan yang cukup besar.

Di tengah kondisi pasar properti yang masih menantang dan beban keuangan yang tidak ringan, LPKR perlu mengoptimalkan lini bisnis yang masih bertumbuh serta mengelola utang secara hatihati. Perusahaan juga harus meningkatkan efisiensi operasional untuk menghindari kerugian lebih dalam pada periode berikutnya.

Pemantauan lebih lanjut terhadap realisasi strategi korporasi LPKR akan menjadi penting bagi investor dan pemangku kepentingan. Situasi ini juga mencerminkan perubahan dinamis di sektor properti dan layanan kesehatan yang mempengaruhi kinerja emiten properti besar di Indonesia.