Polemik Transfer Data Pribadi di Balik Kesepakatan Dagang ASIndonesia

Polemik Transfer Data Pribadi di Balik Kesepakatan Dagang ASIndonesia

Amerika Serikat dan Indonesia tengah merumuskan sebuah kesepakatan dagang baru yang disebut Agreement on Reciprocal Trade. Perjanjian ini diklaim akan membuka akses pasar secara lebih luas untuk produk kedua negara, mulai dari sektor industri hingga pertanian dan digital. Namun, salah satu poin yang menjadi sorotan publik adalah klausul terkait transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat.

Dalam rilis resmi Gedung Putih (The White House), disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan perusahaan AS untuk melakukan transfer data pribadi dari Indonesia ke luar negeri. Pernyataan tersebut menimbulkan kekhawatiran soal kedaulatan data digital, terutama menyangkut potensi pengambilan data warga negara tanpa perlindungan yang jelas.

Menanggapi hal itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) memberikan klarifikasi. Pemerintah menegaskan bahwa kesepakatan masih dalam tahap negosiasi dan belum bersifat final. Selain itu, semua mekanisme transfer data lintas negara tetap harus tunduk pada hukum nasional yang berlaku, termasuk Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.

Baca Juga: BRAVO 500 SUMMIT Jadi Langkah Strategis XLSMART Dorong Transformasi Digital Industri

Kesepakatan Terkait Transfer Data Pribadi

Donald Trump dan Prabowo Subianto (Foto: ilustrasi AI)

Dalam dokumen yang dirilis Gedung Putih, terdapat bagian khusus yang membahas mengenai upaya menghapus hambatan perdagangan digital. Disebutkan bahawa Amerika Serikat dan Indonesia akan menyelesaikan komitmen terkait perdagangan, jasa, dan investasi digital. Indonesia telah berkomitmen untuk menghapuskan lini tarif HTS yang ada untuk “produk tak berwujud” dan menangguhkan persyaratan terkait pada deklarasi impor.

Kemudian mendukung moratorium permanen bea masuk atas transmisi elektronik di WTO segera dan tanpa syarat. Serta mengambil tindakan efektif untuk mengimplementasikan Inisiatif Bersama tentang Regulasi Domestik Jasa, termasuk menyerahkan Komitmen Khusus yang telah direvisi untuk sertifikasi oleh WTO.

“Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk transfer data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” demikian bunyi statemen dari White House.

Hal ini dianggap sebagai salah satu poin utama dalam membuka akses pasar digital di mana Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahundan. Langkah ini, menurut AS, akan mendukung transparansi dan mempermudah perdagangan elektronik antara kedua negara.

Namun, bagi sebagian pihak di Indonesia, klausul ini dinilai masih belum jelas dari sisi perlindungan hak individu. Kekhawatiran muncul jika akses data diberikan terlalu luas tanpa adanya sistem pengawasan yang ketat dari otoritas dalam negeri. Hal inilah yang kemudian mendorong Kemkomdigi memberikan penjelasan untuk menegaskan bahwa transfer data harus tetap mengikuti prosedur hukum nasional.

Pemerintah Tegaskan Belum Ada Kesepakatan Final Terkait Transfer Data Pribadi

Meutiya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia

Kemkomdigi menegaskan bahwa pernyataan dari Gedung Putih tidak mencerminkan kondisi final dari kesepakatan dagang yang sedang dirancang. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pembahasan masih berada dalam tahap teknis dan belum ada dokumen final yang ditandatangani terkait transfer data pribadi.

“Finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara,” tegas Meutya Hafid, Menteri Komdigi, dalam siaran persnya hari ini di Jakarta (24/7).

Kemkomdigi juga menekankan bahwa pengiriman data lintas negara bukan hal yang baru dalam dunia digital. Aktivitas seperti penggunaan media sosial, layanan cloud, dan e-commerce memang melibatkan proses tersebut, namun tetap harus melalui regulasi yang mengacu pada UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Pemerintah menyebut, pengaliran data ke luar negeri hanya bisa dilakukan jika sesuai dengan kepentingan yang sah, terbatas, dan memiliki justifikasi hukum yang kuat. Semua proses transfer data juga tetap harus berada di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, guna menjamin hak warga negara tetap terlindungi.

Kepentingan Dagang dan Kedaulatan Digital

Dari sisi Amerika Serikat, kesepakatan ini merupakan bagian dari strategi perdagangan baru yang dicanangkan pemerintahan Trump. Dalam rilisnya, Gedung Putih menyebut bahwa perjanjian ini merupakan “kemenangan besar” bagi pelaku industri dan eksportir AS. Termasuk di dalamnya adalah akses lebih mudah ke pasar digital Indonesia, yang dinilai memiliki potensi besar.

Indonesia ingin memastikan bahwa kerja sama ini tidak mengorbankan prinsip-prinsip tata kelola data yang baik dan tetap menjaga kedaulatan digital nasional. Pemerintah juga berupaya menyeimbangkan kebutuhan untuk terlibat dalam ekosistem digital global dengan perlindungan terhadap hak-hak warga negaranya.

Hingga saat ini, negosiasi masih berlangsung dan belum ada kesepakatan akhir yang ditandatangani. Meski peluang kerja sama dagang ini menjanjikan dari sisi ekonomi, isu transfer data pribadi tetap menjadi poin krusial yang memerlukan perhatian khusus agar tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari.

Namun, sudah beberapa sumber yang mengatakan bahwa Menkomdigi tegaskan transfer data pribadi WNI ke AS sudah dipastikan aman. Nah, dari pernyataan tersebut pastinya menimbulkan banyak respon variatif dari netizen, mengingat data pribadi seharusnya menjadi hal yang sakral dan seharusnya dijaga.