Terinspirasi Indonesia, Ribuan Pemuda Nepal Demonstrasi dan Bakar Gedung DPR

Terinspirasi Indonesia, Ribuan Pemuda Nepal Demonstrasi dan Bakar Gedung DPR

Ribuan pemuda Nepal turun ke jalan di Kathmandu untuk melakukan demonstrasi besarbesaran menolak pemblokiran media sosial dan menentang praktik korupsi yang merajalela di negara tersebut. Aksi protes yang berlangsung pada Senin (8/9) ini bahkan berujung pada pembakaran gedung DPR atau parlemen federal Nepal, menandai eskalasi ketegangan politik yang serius.

Pemicu Demonstrasi: Pemblokiran Media Sosial

Aksi massa ini dipicu oleh keputusan pemerintah Nepal yang memblokir akses ke berbagai platform media sosial populer, termasuk Facebook, sejak pekan lalu. Pemerintah menyatakan kebijakan ini sebagai langkah untuk menindak penyalahgunaan dunia maya, setelah menemukan banyak akun dengan identitas palsu yang menyebarkan ujaran kebencian, berita bohong, serta melakukan penipuan dan kejahatan lainnya.

Namun, kebijakan tersebut justru menyulut kemarahan publik, terutama kelompok pemuda yang selama ini aktif menggunakan media sosial sebagai ruang berekspresi dan berkumpul secara virtual. Ribuan demonstran, yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa yang mengenakan seragam sekolah serta seragam kampus, berkumpul membawa bendera nasional dan berbagai spanduk yang menegaskan penolakan mereka terhadap pemblokiran dan korupsi.

Kerusuhan dan Respons Aparat

Demonstrasi yang awalnya damai berangsur memanas ketika para pengunjuk rasa mencoba menerobos barikade kawat berduri yang dipasang polisi di depan gedung parlemen. Aparat keamanan pun terpaksa menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa yang semakin agresif.

Muktiram Rijal, juru bicara kantor distrik Kathmandu, mengatakan bahwa pihak berwenang memberlakukan jam malam darurat hingga pukul 22.00 waktu setempat guna mengendalikan situasi yang sulit dikontrol. Polisi juga dikerahkan dengan menggunakan meriam air dan pentungan untuk menghalau aksi anarkis yang dilakukan sebagian demonstran.

Slogan dan Aspirasi Pemuda

Para pengunjuk rasa melontarkan berbagai slogan di poster mereka, antara lain “Matikan Korupsi, Bukan Media Sosial,” “Buka Blokir Media Sosial,” dan “Anak Muda Lawan Korupsi,” yang menunjukkan dua fokus utama tuntutan mereka: kebebasan akses informasi dan pemberantasan korupsi sistemik.

Di media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), para pemuda Nepal mengakui bahwa aksi mereka terinspirasi dari gerakan serupa yang terjadi di Indonesia pada akhir Agustus. “Terinspirasi oleh Indonesia, demonstrasi besarbesaran pemuda di Nepal sedang berlangsung saat ini, memprotes korupsi dan ketimpangan. Mereka telah membakar gedung parlemen. Nepal telah melarang semua media sosial,” tulis seorang pengguna, Ashok Kumar.

Isu Korupsi dan Kritik Pemerintah

Korupsi menjadi isu yang sangat sensitif dan krusial di Nepal. Pemerintahan Perdana Menteri KP Sharma Oli mendapatkan sorotan dari banyak pihak, terutama oposisi, karena dianggap gagal memenuhi janji kampanye dan tidak mampu mengatasi masalah korupsi yang melanda birokrasi dan lembaga negara.

Selain itu, penutupan media sosial dianggap sebagian besar warga sebagai upaya untuk membungkam kritik dan membatasi kebebasan berpendapat. Pemerintah berupaya meyakinkan bahwa regulasi ini sejalan dengan tren global, di mana berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, Brasil, India, Tiongkok, dan Australia, sedang memperketat pengawasan terhadap platform teknologi raksasa.

Kontroversi Regulasi Media Sosial

Upaya pemerintah Nepal mengontrol media sosial memiliki dua sisi. Di satu pihak, regulator menilai bahwa pengawasan ketat penting untuk mencegah penyebaran misinformasi, melindungi data pribadi pengguna, dan menjaga keamanan nasional. Namun, para kritikus menilai hal ini sebagai bentuk represif yang dapat membatasi kebebasan berekspresi dan merusak ruang publik demokrasi.

Kerusuhan dalam demonstrasi dan tindakan pembakaran gedung parlemen menjadi pertanda meningkatnya frustrasi rakyat, terutama generasi muda, terhadap ketidakadilan dan kebijakan yang dianggap mengekang hak mereka. Pemerintah perlu mencari jalan tengah yang seimbang antara menjaga ketertiban sosial dan memberikan ruang bagi kebebasan berekspresi yang sehat.

Insiden ini menjadi catatan penting dalam dinamika politik dan sosial Nepal, sekaligus mengingatkan bahwa inspirasi dari gerakan transnasional bisa memberi energi pada aksi rakyat di berbagai belahan dunia. Demonstrasi ini juga mencerminkan kecenderungan global terhadap perlawanan terhadap otoritarianisme digital dan upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam perubahan sosial.