Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan rencananya untuk mengubah nama Departemen Pertahanan AS (Department of Defense/DoD) menjadi Departemen Perang (Department of War). Pernyataan ini disampaikan pada Senin, 25 Agustus 2025, saat Trump berbicara dengan para pejabat dan media, sebagai bagian dari upayanya menegaskan kembali semangat militer yang lebih agresif.
Trump menyoroti bahwa selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II, lembaga tersebut dikenal sebagai Departemen Perang. “Saat kita memenangkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II, namanya adalah Departemen Perang. Dan bagi saya, memang begitulah adanya,” ujar Trump dalam konferensi pers bersama Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, seperti diberitakan Politico, Selasa, 26 Agustus 2025.
Sejarah dan Latar Belakang Perubahan Nama
Institusi yang kini dikenal sebagai Departemen Pertahanan awalnya berdiri pada tahun 1789 dengan nama Departemen Perang. Nama ini digunakan hingga tahun 1947 ketika Presiden Harry Truman merombak struktur militer AS melalui UndangUndang Keamanan Nasional. Perubahan nama menjadi Departemen Pertahanan dimaksudkan untuk memperkuat kontrol pusat atas ketiga cabang militer utama—Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara—serta menekan biaya dan meningkatkan koordinasi demi keamanan nasional.
Truman ingin mengurangi independensi Angkatan Laut dan mengonsolidasikan komando militer untuk menghadapi tantangan Perang Dingin. Di sisi lain, Trump menilai perubahan nama pada era tersebut muncul akibat alasan politis dan dianggap melemahkan citra militer Amerika Serikat.
Alasan dan Motivasi Trump
Dalam beberapa pekan terakhir, Trump sempat menyebut Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth sebagai “Menteri Perang” saat pertemuan NATO pada Juni 2025, menandakan sinyal keinginannya mengganti nama tersebut. Menurutnya, nama “Departemen Perang” lebih mencerminkan peran Amerika sebagai negara yang tak hanya bertahan, tetapi juga siap untuk menyerang dan menang dalam konflik.
“Kami tidak ingin hanya fokus pada pertahanan. Kami juga ingin menyerang. Nama Departemen Perang terdengar lebih lantang,” ujarnya. Trump berkeyakinan bahwa nama itu akan membangkitkan semangat kemenangan dan ketegasan militer sebagaimana yang tercermin pada masa kemenangan besar selama dua Perang Dunia.
Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, menegaskan bahwa Presiden Trump ingin militer AS fokus pada kesiapan tempur dan keberhasilan di medan perang, bukan hanya pada isuisu keanekaragaman dan inklusi yang selama ini menjadi sorotan di Pentagon. “Militer kita harus fokus pada penyerangan, bukan hanya pertahanan,” katanya kepada Daily Mail.
Proses dan Tantangan Perubahan Nama
Meski Trump telah mengisyaratkan perubahan ini, rencana mengubah nama Departemen Pertahanan menjadi Departemen Perang diperkirakan membutuhkan persetujuan dari Kongres. Lembaga ini didirikan dan diatur berdasarkan undangundang yang telah berlaku selama puluhan tahun, sehingga setiap perubahan nama formal harus melewati proses legislasi yang tidak mudah.
Sejumlah pihak menilai langkah ini bisa menjadi simbol kebangkitan sikap militeristik yang lebih tegas di era kepemimpinan Trump. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa nama baru tersebut dapat memicu kontroversi dan politisasi lembaga pertahanan, mengingat sensitivitas terkait istilah “perang” dalam konteks diplomasi dan kebijakan luar negeri.
Dampak Potensial Bagi Kebijakan Militer AS
Dengan nama baru yang lebih eksplisit menegaskan peran perang, Departemen Perang akan memproyeksikan Amerika Serikat sebagai kekuatan militer yang siap bertindak ofensif dalam menghadapi berbagai ancaman global. Ini sejalan dengan pendekatan Trump yang selama ini berfokus pada penegakan kekuatan dan revolusi di dalam militer.
Namun, implementasi rencana ini juga perlu dipertimbangkan matangmatang oleh lembaga legislatif dan militer. Stabilitas dan efektivitas koordinasi antarcabang militer harus tetap terjaga agar perubahan nama tidak menimbulkan kebingungan atau konflik internal.
Konteks Politik dan Strategi Amerika Serikat
Perubahan nama ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari strategi politik Trump yang berupaya menguatkan citra militernya menjelang pemilu dan menandai era baru dalam kebijakan pertahanan AS. Penegasan kembali identitas militer sebagai departemen yang tidak hanya bertugas melindungi, tetapi juga agresif dalam menjaga kepentingan nasional bisa menjadi pesan kuat kepada sekutu dan lawan.
Di tengah dinamika geopolitik yang menantang, seperti ketegangan dengan negaranegara besar dan isu keamanan global, langkah ini dianggap sebagai bagian dari kebijakan yang menegaskan posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan militer utama dunia.
Dengan demikian, meskipun perubahan nama Departemen Pertahanan menjadi Departemen Perang masih harus melewati berbagai proses hukum dan prosedural, pernyataan Presiden Trump ini mencerminkan keinginan yang cukup kuat untuk mengembalikan identitas militer AS kepada nuansa dan sejarah masa lalu yang lebih lugas dan penuh semangat tempur.





