Perkembangan terbaru mengenai sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap krisis kelaparan yang melanda Gaza menimbulkan banyak perhatian. Dalam sebuah konferensi pers di Skotlandia pada 28 Juli 2025, Trump secara eksplisit mengakui adanya krisis kelaparan di wilayah tersebut. Ia menyatakan, “Ini benarbenar kelaparan. Saya telah melihatnya, dan kita tidak bisa berpurapura. Kita harus memberi makan anakanak.” Pernyataan ini menjadi signifikan mengingat sebelumnya, Trump menghindari pembahasan mengenai isu kemanusiaan di Gaza.
Krisis kelaparan di Gaza semakin parah akibat konflik yang berlangsung lebih dari dua tahun dan pembatasan bantuan kemanusiaan oleh Israel. Data dari otoritas kesehatan Gaza menunjukkan sedikitnya 56 orang meninggal karena kelaparan dalam sebulan terakhir, yang mencakup hampir setengah dari total kematian akibat kelaparan selama konflik. Organisasi internasional, termasuk PBB, secara konsisten memperingatkan bahwa risiko kelaparan meningkat seiring berlanjutnya pembatasan bantuan.
Meskipun Trump kini mengakui krisis tersebut, sikap ini muncul setelah pelbagai tekanan dari basis politiknya, terutama gerakan MAGA. Gerakan tersebut telah semakin vokal dalam mengekspresikan simpati terhadap warga Gaza. Anggota Kongres Partai Republik, Marjorie Taylor Greene, misalnya, mengeluarkan pernyataan bahwa kondisi anakanak di Gaza sangat menyedihkan dan menyerukan akhir dari konflik tersebut. Pendukung Trump lainnya, seperti pembawa acara podcast Theo Von, juga menyerukan pengiriman bantuan kemanusiaan segera, menekankan bahwa ini adalah masalah kemanusiaan, bukan politik.
Perubahan sikap Trump terhadap Netanyahu juga menonjol, di mana ia tidak sependapat dengan pernyataan Perdana Menteri Israel yang membantah adanya kelaparan di Gaza. Dalam pertemuan dengan Netanyahu di Gedung Putih, isu kelaparan tidak dijadikan fokus utama pembicaraan, dengan kedua pemimpin lebih banyak membahas kritik terhadap Hamas. Namun, pergeseran dalam pendekatan Trump menjadi lebih jelas setelah pertemuannya dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, di mana ia mengungkapkan perlunya menciptakan pusat distribusi makanan yang lebih mudah diakses untuk warga Gaza.
Trump menegaskan, “Kami akan mendirikan pusatpusat makanan di mana orangorang dapat pergi tanpa pagar,” dan menambahkan bahwa Inggris akan mendukung upaya tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen baru dari Trump untuk mengambil tindakan yang lebih proaktif dalam merespons krisis kemanusiaan di Gaza.
Sikap Trump yang berubah ini diharapkan akan memengaruhi dinamika diplomasi AS dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan terburuk di abad ke21. Para pengamat berpendapat bahwa dukungan dari basis politiknya yang kritis terhadap Israel dan seruan untuk membantu warga Gaza dapat menjadi faktor kunci dalam kebijakan luar negeri AS ke depan.
Beralih dari dukungan yang lebih tradisional kepada Israel, gerakan MAGA kini lebih mempertimbangkan hak asasi manusia ketika berurusan dengan krisis ini. Juncture ini mungkin akan memberikan tekanan yang lebih besar kepada pemerintah AS untuk memastikan bantuan kemanusiaan yang lebih kredibel dan transparan kepada wilayah Gaza.
Dengan pengakuan Trump akan krisis kelaparan di Gaza, ada harapan bahwa pemerintah AS dapat berperan lebih aktif dalam memberikan bantuan mendesak kepada mereka yang paling membutuhkan di wilayah tersebut. Namun, apakah perubahan ini akan membawa hasil yang diharapkan masih memerlukan langkahlangkah konkret dalam implementasi kebijakan.





